Pengertian Konservasi/Pelestarian
Lawang
Sewu, Semarang
Konservasi secara umum diartikan pelestarian namun
demikian dalam khasanah para pakar konservasi ternyata memiliki serangkaian
pengertian yang berbeda-beda implikasinya. Istilah konservasi yang biasa digunakan
para arsitek mengacu pada Piagam dari International Council of Monuments and
Site (ICOMOS) tahun 1981 yang dikenal dengan Burra Charter
Burra Charter menyebutkan “konservasi adalah
konsep proses pengelolaan suatu tempat atau ruang atau obyek agar makna
kultural yang terkandung didalamnya terpelihara dengan baik.”
Pengertian ini sebenarnya perlu diperluas lebih spesifik yaitu pemeliharaan
morfologi (bentuk fisik) dan fungsinya. Kegiatan konservasi meliputi seluruh
kegiatan pemeliharaan sesuai dengan kondisi dan situasi lokal maupun upaya
pengembangan untuk pemanfaatan lebih lanjut. Bila dikaitkan dengan kawasan maka
konservasi kawasan atau sub bagian kota mencakup suatu upaya pencegahan adanya
aktivitas perubahan sosial atau pemanfaatan yang tidak sesuai dan bukan secara
fisik saja.
Suatu program konservasi sedapat mungkin tidak
hanya dipertahankan keaslian dan perawatannya, namun tidak mendatangkan nilai
ekonomi atau manfaat lain bagi pemilik atau masyarakat luas. Konsep
pelestarian yang dinamik tidak hanya mendapatkan tujuan pemeliharaan bangunan
tercapai namun dapat menghasilkan pendapatan dan keuntungan lain bagi
pemakainya. Dalam hal ini peran arsitek sangat penting dalam menentukan fungsi
yang sesuai karena tidak semua fungsi dapat dimasukkan. Kegiatan yang dilakukan
ini membutuhkan upaya lintas sektoral, multi dimensi dan disiplin, serta
berkelanjutan. Dan pelestarian merupakan upaya untuk menciptakan pusaka budaya
masa mendatang (future heritage), seperti kata sejarawan bahwa sejarah adalah masa
depan bangsa. Masa kini dan masa depan adalah masa lalu generasi berikutnya.
Lawang Sewu merupakan
sebuah gedung di Semarang, Jawa Tengah yang merupakan kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg
Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun 1904 dan selesai
pada tahun 1907. Terletak di bundaran Tugu Muda yang dahulu disebut Wilhelminaplein.
Masyarakat
setempat menyebutnya Lawang Sewu (Seribu Pintu) dikarenakan bangunan
tersebut memiliki pintu yang sangat banyak. Kenyataannya, pintu yang ada tidak
sampai seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela yang tinggi dan lebar,
sehingga masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu (lawang).
Bangunan
kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor
Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api
Indonesia. Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando
Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah
(Kanwil) Kementrian Perhubungan Jawa Tengah. Pada masa perjuangan gedung
ini memiliki catatan sejarah tersendiri yaitu ketika berlangsung peristiwa
Pertempuran lima hari di Semarang (14 Oktober - 19 Oktober 1945).
Gedung tua ini menjadi lokasi pertempuran yang hebat antara pemuda AMKA atau
Angkatan Muda Kereta Api melawan Kempetai dan Kidobutai, Jepang. Maka
dari itu Pemerintah Kota Semarang dengan Surat Keputusan Wali Kota Nomor.
650/50/1992, memasukan Lawang Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan kuno
atau bersejarah di Kota Semarang yang patut dilindungi.
Saat ini
bangunan tua tersebut telah mengalami tahap konservasi dan revitalisasi yang
dilakukan oleh Unit Pelestarian benda dan bangunan bersejarah PT Kereta Api
Persero.
SEJARAH LAWANG SEWU
Lawang Sewu adalah
salah satu bangunan bersejarah yang dibangun oleh pemerintahan kolonial
Belanda, pada 27 Februari 1904. Awalnya bangunan tersebut didirikan untuk
digunakan sebagai Het Hoofdkantoor van de Nederlansch Indische Spoorweg
Maatscappij (NIS) atau Kantor Pusat Perusahan Kereta Api Swasta NIS. Sebelumnya
kegiatan administrasi perkantoran NIS dilakukan di Stasiun Samarang NIS. Namun
pertumbuhan jaringan perkeretaapian yang cukup pesat, dengan sendirinya
membutuhkan penambahan jumlah personel teknis dan bagian administrasi yang
tidak sedikit seiring dengan meningkatnya aktivitas perkantoran. Salah satu
akibatnya kantor pengelola di Stasiun Samarang NIS menjadi tidak lagi memadai.
NIS pun menyewa beberapa bangunan milik perseorangan sebagai jalan keluar
sementara. Namun hal tersebut dirasa tidak efisien. Belum lagi dengan
keberadaan lokasi Stasiun Samarang NIS yang terletak di kawasan rawa-rawa
hingga urusan sanitasi dan kesehatan pun menjadi pertimbangan penting. Kemudian
diputuskan untuk membangun kantor administrasi di lokasi baru. Pilihan jatuh ke
lahan yang pada masa itu berada di pinggir kota berdekatan dengan kediaman Residen.
Letaknya di ujung Bodjongweg Semarang (sekarang Jalan Pemuda), di sudut
pertemuan Bodjongweg dan Samarang naar Kendalweg (jalan raya menuju Kendal).
NIS mempercayakan rancangan gedung kantor pusat NIS di Semarang kepada Prof.
Jacob F. Klinkhamer (TH Delft) dan B.J. Ouendag, arsitek yang berdomisili di
Amsterdam. Seluruh proses perancangan dilakukan di Negeri Belanda, baru
kemudian gambar-gambar dibawa ke kota Semarang. Melihat dari cetak biru Lawang
Sewu tertulis bahwa site plan dan denah bangunan ini telah digambar di
Amsterdam pada tahun 1903. Begitu pula kelengkapan gambar kerjanya dibuat dan
ditandatangi di Amsterdam tahun 1903.
KONSERVASI
BANGUNAN LAWANG SEWU
Konservasi dapat
didefinisikan sebagai usaha untuk menghambat atau melindungi bangunan dari
pengaruh penyebab kerusakan lebih lanjut sehingga dapat memperpanjang usia
bangunan. Bidang konservasi mempunyai tugas yang penting dalam pemugaran
bangunan cagar budaya yaitu sejak sebelum pemugaran, pelaksanaan pemugaran dan
setelah pemugaran selesai. Di dalam studi pemugaran gedung Lawang Sewu
ini, bidang konservasi melaksanakan pekerjaan observasi kerusakan bahan
bangunan, rencana penanganan termasuk bahan konservasi yang digunakan.
KERUSAKAN
BAHAN BANGUNAN
Observasi
bahan bangunan gedung Lawang Sewu dilakukan secara detail bagian per bagian,
ruang per ruang, jenis bahan yang digunakan mulai dari fondasi, lantai,
dinding, pintu, jendela, plafon sampai atap bangunan.
Kerusakan
berdasarkan hasil observasi adalah sebagai berikut :
Kerusakan
mekanis
Kerusakan
mekanis disebabkan faktor konstruksi dan struktur bangunan itu sendiri maupun
faktor dari luar. Kerusakan jenis ini banyak dijumpai pada lantai (tegel
keramik banyak yang lepas, retak dan pecah)
Kerusakan
fisis
Jenis
kerusakan ini disebabkan oleh faktor eksternal seperti angin, hujan dan terik
matahari. Hampir seluruh komponen bangunan tembok Lawang Sewu dari lantai 1
sampai 3 mengalami kerusakan yang disebabkan oleh faktor ini sehingga tampak
aus, rapuh, kusam dan mengelupas. Selain itu komponen bahan bangunan dari kayu
seperti pintu, jendela, kayu blandar dan sebagainya juga rentan rusak akibat
faktor ini.
KONDISI BANGUNAN
Pengamatan
terhadap kondisi bangunan Gedung Lawang Sewu meliputi bagian fondasi, lantai,
pintu, Jendela, dinding tembok, plafon dan atap. Berikut disampaikan hasil
pengamatan terhadap masing-masing komponen bangunan tersebut :
Fondasi
Fondasi
masih sangat kokoh, tidak dijumpai adanya retakan, pecah, melesak dan geser.
Adanya ventilasi yang tersumbat pada bagian fondasi perlu mendapat perhatian.
Lantai
Lantai
bangunan gedung Lawang Sewu dilapisi dengan ubin keramik ukuran 15 x 15
cm dengan warna variasi abu-abu, merah, hitam, hijau dan putih. Lantai
seperti ini terdapat pada ruang-ruang (kamar-kamar) bangunan dan selasar sisi
luar. Pada ruang utama lantai terbuat dari marmer putih ukuran 55 x 55 cm
dengan dihiasi lis serta marmer berwarna hitam ukuran 20 x 55 cm. Lantai pada
bangunan lantai 3 hanya di floor biasa dengan kondisi hampir 100 % rusak.
Lantai ubin
secara umum masih baik, namun masih terdapat lantai ubin hilang, rusak, lepas
dan rusak akibat vandalisme. Selain itu dijumpai kerusakan mekanis seperti
retak dan pecah.
Pintu dan
Jendela
Bahan yang
digunakan untuk pintu dan jendela adalah kayu jati dengan kualitas baik. Lubang
ventilasi kayu di atas pintu hampir semuanya kosong dan kacanya banyak yang
pecah. Kerusakan terparah akibat vandalisme adalah daun pintu dan daun jendela
banyak yang hilang. Selain itu engsel-engsel dalam kondisi aus.
Dinding
Tembok
Dinding terbuat
dari susunan batu bata berspesi dan diberi acian. Bahan bata kondisinya
masih cukup baik, namun acian dan cat sebagian besar kusam, lapuk dan
mengelupas. Dari hasil pengamatan selama studi, dinding tembok Gedung Lawang
Sewu telah mengalami pengecatan berkali-kali dengan warna putih – hitam –
kuning krem – putih. Warna asli bangunan dilihat dari strata warna cat terdalam
adalah putih.
Plafon
Plafon
Lantai 1 merupakan bagian dari lantai 2 yang dibuat variasi lengkung dengan
perkuatan balok-balok besi melintang dan membujur. Balok-balok besi sudah
berkarat dan acian di bawahnya rusak.
Plafon
lantai 2 pada bagian koridor kanan – kiri terbuat dari kayu jati dengan
balok-balok perkuatan juga terbuat dari kayu jati. Kondisi secara umum masih
cukup baik, namun terdapat beberapa bagian papan kayunya hilang, aus dan lapuk
sehingga diperlukan penggantian.
Plafon
bangunan lantai 3 semuanya terbuat dari papan kayu jati. Secara umum kondisinya
masih cukup baik hanya perlu pembenahan dan perawatan secara menyeluruh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar