Selasa, 28 April 2015


konservasi arsitektur (jawa timur)

Arsitekur Jawa Timur

ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL JAWA TIMUR
Surabaya merupakan ibukota provinsi ini dengan komposisi masyarakat yang beragam. Mayoritas penduduk daerah ini adalah suku Jawa, tetapi di pulau Madura didiami oleh suku Madura. Selain penduduk asli, Jawa Timur juga merupakan tempat tinggal bagi para pendatang. Orang Tionghoa adalah minoritas yang cukup signifikan dan mayoritas di beberapa tempat, diikuti dengan Arab; mereka umumnya tinggal di daerah perkotaan. Suku Bali juga tinggal di sejumlah desa di Kabupaten Banyuwangi. Dewasa ini banyak ekspatriat tinggal di Jawa Timur, terutama di Surabaya dan sejumlah kawasan industri lainnya. Dan juga system kekerabatan yang dianut masyarakat jawa timur adalah Patrinialisme.
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi yang berlaku secara nasional, namun demikian Bahasa Jawa dituturkan oleh sebagian besar Suku Jawa. Bahasa Madura dituturkan oleh Suku Madura di Madura maupun dimanapun mereka tinggal.
Suku Jawa umumnya menganut agama Islam, sebagian menganut agama Kristen dan Katolik, dan ada pula yang menganut Hindu dan Buddha. Sebagian orang Jawa juga masih memegang teguh kepercayaan Kejawen. Agama Islam sangatlah kuat dalam memberi pengaruh pada Suku Madura. Suku Osing umumnya beragama Islam. Sedangkan Suku Tengger menganut agama Hindu. Orang Tionghoa umumnya menganut Konghucu, meski ada pula sebagian yang menganut Buddha, Kristen, dan Katolik; bahkan Masjid Cheng Ho di Surabaya dikelola oleh orang Tionghoa dan memiliki arsitektur layaknya kelenteng.



ARSITEKTUR BANGUNAN
Bentuk arsitektur di Jawa Timur umumnya mirip dengan bentuk arsitektur di Jawa Timur. Bangunan khas Jawa Timur umumnya memiliki bentuk joglo, bentuk limasan (dara gepak), bentuk srontongan (empyak setangkep).
Bangunan yang berbentuk Joglo :


Keterangan :
Rumah serotong pada umumnya dimiliki oleh penduduk asli, sedangkan rumah joglo dahulu hanya dimiliki oleh para bangsawan serta keturunannya, juga rumah-rumah kepala desa, sehingga nampak megah dan berwibawa.

ORIENTASI, DENAH DAN TATA RUANG RUMAH ADAT :
Arah hadap rumah harus ke selatan, dengan maksud agar pemilik rumah tidak memangku G. Muria (yang terletak di sebelah utara) sehingga tidak memperberat kehidupan sehari-hari.
Tetapi beberapa sumber juga mengatakan Arah utara-selatan biasa dijumpai pada rumah rakyat kebanyakan, sedangkan arah timur-barat hanya dapat ditemukan pada rumah kerabat Kraton atau bangsawan.
Dan arah lain yang juga menjadi pedoman untuk menentukan arah rumah adalah di bagian depan menghadap himpunan air (bandaran agung) dan bagian belakang membelakangi dataran tinggi, bukit atau gunung.

Sirkulasi
Alur sirkulasi mengarah dari depan ke belakang
Pondasi yang digunakan adalah bebatur yaitu tanah yang diratakan dan lebih tinggi dari tanah disekelilingnya. Diatas bebatur ini dipasang umpak yang sudah diberi purus wedokan. Konstruksi memiliki struktur stabil, karena hanya struktur kolom bergabung atas pondasi / umpak dengan "purus". Ada yang berbeda dengan landasan beton, jadi jika terjadi getaran, gedung ini bergoyang-goyang mengikuti gravitasi bumi. Ketika gempa datang, gedung ini tetap akan stabil karena bisa mengikuti arah gerakan gravitasi bumi, maka tidak dapat membuat struktur kolom yang patah.
Tiang
Tiang utama pada bangunan ini disebut saka guru.




Atap

Tidak ada komentar:

Posting Komentar