Sabtu, 09 November 2013



PERENCANAAN FISIK PEMBANGUNAN
Perencanaan fisik pembangunan pada hakikatnya dapat diartikan sebagai suatu usaha pengaturan dan penataan kebutuhan fisik untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dengan berbagai kegiatan fisiknya. 
skema
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj-Wux1oGMDFwKRVZZjc8FtmUV9Ibs5FtBFjBDnoofIchk2UWCybtbh8xoZqcNYY09bvNue7wLN5hdNt54K5F7jEx4Cp5AX6m63pJTr00mmggFbifvne5-yRpu42nsO0c1We6ZNXIZydfo/s640/penyusunan-rencana-pembangunan-jangka-menengah-daerah.jpg

Skema Proses Perencanaan Pembangunan
Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable development.Istilah pembangunan berkelanjutan diperkenalkan dalam WorldConservation Strategy (Strategi Konservasi Dunia) yang diterbitkan oleh United Nations Environment Programme (UNEP), International Union for Conservation of Nature andNatural Resources (IUCN), dan World Wide Fund for Nature (WWF) pada 1980. Pada 1982, UNEP menyelenggarakan sidang istimewa memperingati 10 tahun gerakan lingkungan dunia (1972-1982) di Nairobi, Kenya, sebagai reaksi ketidakpuasan atas penanganan lingkungan selama ini.Dalam sidang istimewa tersebut disepakati pembentukan Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (WorldCommission on Environment and Development - WCED).PBB memilih PM Norwegia Nyonya Harlem Brundtland dan mantan Menlu Sudan Mansyur Khaled, masing-masing menjadi Ketua dan Wakil Ketua WCED. Menurut Brundtland Report dari PBB (1987), pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan”. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.

Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas dari itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan (selanjutnya disebut 3 Pilar Pembangunan berkelanjutan). Dokumen-dokumen PBB, terutama dokumen hasil World Summit 2005 menyebut ketiga pilar tersebut saling terkait dan merupakan pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan. Idealnya, ketiga hal tersebut dapat berjalan bersama-sama dan menjadi focus pendorong dalam pembangunan berkelanjutan. Dalam buku “Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21” (Buku 1) Sarosa menyampaikan bahwa pada era sebelum pembangunan berkelanjutan digaungkan, pertumbuhan ekonomi merupakan satu-satunya tujuan bagi dilaksanakannya suatu pembangunan tanpa mempertimbangkan aspek lainnya. Selanjutnya pada era pembangunan berkelanjutan saat ini ada 3 tahapan yang dilalui oleh setiap Negara.Pada setiap tahap, tujuan pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi namun dengan dasar pertimbangan aspek-aspek yang semakin komprehensif dalam tiap tahapannya.Tahap pertama dasar pertimbangannya hanya pada keseimbangan ekologi.Tahap kedua dasar pertimbangannya harus telah memasukkan pula aspek keadilan sosial.Tahap ketiga, semestinya dasar pertimbangan dalam pembangunan mencakup pula aspek aspirasi politis dan sosial budaya dari masyarakat setempat.Tahapan-tahapan ini digambarkan sebagai evolusi konsep pembangunan berkelanjutan, seperti dalam Gambar 1 berikut ini.

http://bulletin.penataanruang.net/upload/data_artikel/FOTO%2033%20EDISI%202009.jpg


DISTRIBUSI TATA RUANG
Tata ruang atau dalam bahasa InggrisnyaLand use adalah wujud struktur ruang dan pola ruang disusun secara nasional, regional dan lokal. Secara nasional disebut Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tersebut perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK).
Ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
PERAN PERENCANAAN 
PERAN PERENCANAAN 
PERAN PERENCANAAN 


Sisa wilayah pembangunan
Menurut Paul Baran seorang pakar teori pembangunan aliran strukturalis, bahwa proses pembangunan yang terjadi di negara-negara sedang berkembang atau negara-negara Dunia Ketiga tidak luput dari pengaruh kelompok/kelas elit tertentu yang menjadi kaki tangan kepentingan pemodal asing. Kelompok atau kelas ini dikenal sebagai kelas “komprador”.Kamus Bahasa Indonesia mendefinisikan komprador adalah pengantara bangsa pribumi yang dipakai oleh perusahaan-perusahaan asing di Tiongkok. Peran dari kelompok ini adalah melindungi kepentingan-kepentingan pihak asing yang akan melakukan investasi. Sebagai imbalannya kelas komprador akan mendapatkan keuntungan dari peran yang diembannya (Arief,1998). Menurut Arief (1998), pola yang sama juga terjadi pada masa kolonial, dimana ada sekelompok pengusaha domestik, kelas menengah dan kalangan feodal lainnya yang bekerjasama dengan pihak penjajah untuk menjaga kepentingan status quo. Kelompok atau kelas ini juga dapat dikategorikan sebagai kelas komprador karena landasannya sama yaitu sebagai kelas perantara untuk menjaga kepentingan kelompok “asing” demi mendapatkan keuntungan bagi kelompoknya sendiri.
Teori pembangunan klasik di atas nampaknya masih relevan untuk diwacanakan dalam konteks pembangunan di Indonesia saat ini terutama pada era otonomi daerah.Dimana pola-pola kerja kelas komprador masih terus dijumpai hingga kini kendatipun terjadi pergantian rezim pemerintahan dari waktu ke waktu.Jika pada masa kolonialisme aktor-aktornya terbatas pada kelas menengah, maka saat ini aktornya justru bertambah dengan masuknya elit birokrasi maupun elit politik lokal.Pola beroperasinya cukup canggih memanfaatkan celah-celah kelemahan regulasi atau kelemahan fungsi kontrol legislative maupun masyarakat sipil. Hal ini menunjukkan bahwa praktek-praktek kelas komprador sesungguhnya tidak hanya terjadi dalam konteks kerjasama pembangunan antara negara-negara maju dan negara-negara Dunia Ketiga, antara negara penjajah dan koloninya tetapi juga berkembang secara sistematis pada konteks pembangunan di aras lokal dalam sebuah negara.
Meningkatnya jumlah uang yang masuk ke daerah-daerah otonomi paska kebijakan otonomi daerah (desentralisasi fiskal) telah menjadi lahan perburuhan baru oleh kelas komprador.Jika pada jaman kolonial dan paska kemerdekaan dengan sistem pemerintahan yang terpusat, wilayah bermain kelas komprador hanya berada di pusaran pemerintahan pusat maka paska otonomi daerah wilayah bermain kelas komprador pun ikut meluas mengikuti pusat-pusat kekuasaan baru pada level daerah.Saat ini, semua daerah-daerah otonom di Indonesia begitu menikmati dampak dari kebijakan desentralisasi fiskal.Namun demikian, hanya segilintir daerah otonom yang benar-benar bisa mengelola kebijakan ini, selebihnya terjebak dalam tata kelola pemerintahan yang buruk (bad governance) seperti inefficiency dalam pelayanan publik, korupsi dan merajalelanya kelas komprador. Harian umum Kompas (26/06/2013) menulis bahwa saat ini, ada 20 gubernur, 1 wakil gubernur, 17 wali kota, 8 wakil wali kota, 84 bupati, dan 19 wakil bupati tersangkut kasus korupsi.
Sumba Timur sebagai bagian dari daerah otonom yang saat ini juga sedang menikmati kebijakan desentralisasi fiskal, juga tidak terlepas dari peran-peran kelas komprador dalam proses penyelenggaraan pembangunan daerah. Pertanyaan, bagaimana mengidentifikasi kelas komprador di Sumba Timur?
Pertama, kehadiran kelompok ini bisa dikenali dari pola kerjanya.Jika pada jaman kolonial kelas komprador menjadi perantara untuk kepentingan asing maka dalam konteks otonomi daerah pola kerja dari kelas ini menjadi perantara bagi kelompok pengusaha lokal.Bangunan relasi (lobby) antara kedua kelompok ini bisa dilakukan dimana saja baik secara terbuka (forum resmi) maupun secara tertutup di kelas warung makan sampai kelas hotel (forum tidak resmi). Bagi pengusaha lokal model lobby tertutup adalah hal yang wajar karena bagian dari strategi mencapai tujuan tetapi bagi elit birokrasi (komprador) praktek ini sesungguhnya tidak wajar karena membawa institusi negara pada wilayah illegal. Ini yang disebut oleh para ahli maupun peneliti sebagai praktek negara bayangan (shadow state) karena menggiring atau mempengaruhi pengambilan keputusan dengan cara tidak resmi (Erman,2007) atau terjadi praktek state capture, yaitu adanya tindakan-tindakan individu atau kelompok untuk mempengaruhi pembuatan kebijakan pemerintahan melalui cara-cara yang tidak transparan untuk keuntungan pribadi, kelompok maupun pejabat pemerintah (Campos and Hellman,2005). Alhasil, pemenangnya sudah bisa ditebak.Praktek ini bisa dianalogikan dengan praktek pemilu-pemilu pada jaman orde baru dimana partai pemenangnya sudah bisa diketahui sebelum pemilu.
Kedua dari aktornya, jika pada jaman kolonial aktornya adalah kelas menengah, kelompok elit dan feodal, maka pada masa otonomi daerah aktornya bisa elit birokrasi maupun politisi lokal. Ritual tahunan proses perencanaan boleh begitu rigid dengan metode yang partisipatif tetapi giliran penentuan alokasi anggaran sampai pada tahap eksekusi lebih ditentukan oleh peran kelas komprador. Kelas ini sudah memiliki desain siapa pemenang-pemenang tender proyek A, B, C, dan seterusnya. Sementara itu elit politik melakukan tekanan-tekanan pada elit birokrasi maupun bermain dibalik elit birokrasi yang cukup memiliki pengaruh untuk menentukan pemenang sebuah tender, yang pasti elit tersebut membawa misi dari kelas pengusaha lokal.Kesimpulannya, regulasi boleh mengatur bahwa pemenang tender adalah penawaran terbaik, namun kelaziman terjadi penawaran terbaik tidak mesti menjadi pemenangnya tergantung seberapa kuat konstruksi relasi pengusaha lokal dengan kelas komprador. Bahkan ada juga kelas komprador yang melaksanakan sendiri proses pembangunan dengan menggunakan nama orang lain atau meminjam bendera perusahaan orang lain tetapi pemilik sesungguhnya kelas komprador, biasa diistilahkan oleh media sebagai “CV plat merah”.
RESUME :Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable development. Istilah pembangunan berkelanjutan diperkenalkan dalam WorldConservation Strategy (Strategi Konservasi Dunia) yang diterbitkan oleh United Nations Environment Programme (UNEP), International Union for Conservation of Nature andNatural Resources (IUCN), dan World Wide Fund for Nature (WWF) pada 1980. Pada 1982, UNEP menyelenggarakan sidang istimewa
Tata ruang atau dalam bahasa InggrisnyaLand use adalah wujud struktur ruang dan pola ruang disusun secara nasional, regional dan lokal. Secara nasional disebut Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tersebut perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar